Sunday, January 9, 2011

Belajar, kapanpun di manapun.

by fajar sadiq

Dalam sebuah diskusi ilmiah tentang problematika pendidikan di Indonesia, salah seorangpeserta menggambarkan kondisi yang tidak menguntungkan bagi perkembangan peserta didik saat inidipandang dari faktor eksternal. Dibandingkan dengan kondisi masa lalu, sekitar tahun 80-90 an, parapelajar tidak banyak mengalami godaan yang dapat melengahkannya dari kegiatan utama yaitu belajar.

Berbeda dengan hari ini, kita dapat dengan gampang mengidentifikasi apa saja yang menjadipengalih perhatian pelajar. Mall, cafe, game center, warnet dan berbagai pusat hiburan menjadi salah satu tujuan siswa setelah bel pulang sekolah berbunyi. Keberadaan mereka di sana bahkan ditenggarai terjadi di saat jam pelajaran berlangsung. Setelah sampai di rumahpun berbagai pengalih perhatian mengepung remaja kita. Tayangan televisi yang tidak berpihak pada kebutuhan pendidikan plus sarana hiburan pribadi yang sangat umum dimiliki tiap keluarga saat ini. Belum lagi jika sudah terkait dengan dunia maya. Akses internet makin gampang diperoleh. Tidak harus ke warnet, dengan biaya murah remaja kita sudah dapat mengakses berbagai layanan on line. Berbekal berbagai gadget yang mereka miliki, maka duniapun dalam genggaman, begitulah kira-kira ungkapan yang sesuai.

Sementara suasana di kelas, sebagai kegiatan utama dalam usaha meningkatkan kompetensi peserta didik masih berkutat dengan berbagai penerapan kurikulum yang selalu berganti, keterbatasan sarana prasarana, kompetensi guru, sampai metode pembelajaran yang dianggap kurang menarik.

Dua hal di atas, faktor eksternal dan pembelajaran di kelas nampaknya memerlukan penghubung yang mampu saling menerjemahkan. Mari kita mengubah paradigma bahwa semua faktor pengalih perhatian yang tadinya adalah masalah, menjadi tantangan dan peluang. Dunia pendidikan harus membuka diri secara lugas terhadap kondisi faktual kehidupan masyarakat. Para penggiat pendidikan memang dituntut selalu berinovasi dan mengembangkan kreativitas dalam menghadapi berbagai permasalahan yang muncul. Meski hal inipun sering diartikan sebagai : mudah untuk diucapkan namun sulit dalam realisasinya. Sering faktor individual guru pun menjadi permasalahan tersendiri.

Namun tulisan ini tidak ditujukan untuk mengkaji permasalahan individual guru tersebut. Kita berasumsi saja bahwa guru-guru kita memiliki kesamaan visi, misi, semangat dan energi untuk mencapai kebangkitan pendidikan Indonesia.

Kembali padaberbagai faktor eksternal di atas, kita akui bahwa tak mungkin pelajar kita disterilkan dari dunia luar. Sekolah-sekolah umum, yang bukan berbasis pondok/asrama, memang harus “membiarkan” anak didiknya berkeliaran selepas jam sekolah. Tinggal bagaimana sekolah, dalam hal ini guru memberi bekal agar berkeliarannya para siswa tersebut dapat bernilai positif. Misalnya dengan memberi penugasan mencari jenis produk pertanian yang bagaimana yang bisa menembus hypermarket , melakukan liputan eksklusif dengan pengunjung mall untuk pengembangan keterampilan berbahasa, analisis BEP sebuah usaha game center pada mata pelajaran ekonomi, dan berbagai penugasan lain yang memanfaatkan keberadaan fasilitas hiburan di luar sekolah.

Media televisi dapat dipergunakan untuk mencari berbagai informasi yang relevan dengan materi pembelajaran. Siswa atau guru dapat mengcapture berbagai tayangan televisi untuk kemudian melakukan presentasi dan diskusi di kelas. Peralatan semacam TV tuner, yang kini gampang diperoleh dengan harga relatif terjangkau, sangat memungkinkan untuk itu.

Penggunaan internet yang ditenggarai lebih sering digunakan siswa kita untuk hal-hal yang menyimpang, penting bahwa konten negatif lebih menarik perhatian pengguna untuk dikunjungi, namun kita tak harus berkecil hati. Usaha-usaha untuk menyediakan paket e-learning oleh berbagai lembaga pemerintah maupun independent saat ini sudah banyak. Tinggal guru berusaha mengarahkan para siswa agar bersedia mengunjungi situs yang bermanfaat. Bahkan kini sudah banyak guru yang mengembangkan web dan blog sendiri dengan konten yang bermanfaat. Ini usaha yang harus kita apresiasi karenasudah menyediakan kesempatan belajar kapan saja di mana saja. pembelajaran, kita berharap bahwa aktivitas browsing, chatting, blogging, social networking, dan berbagai aktivitas remaja di dunia maya dapat lebih terarah kepada peningkatan kompetensi mereka.
Demikian pula penggunaan telepon genggam. Berbagai kasus penyimpangan dalam penggunaan peralatan yang bersifat mobile ini memang banyak terjadi. Sebagai tindakan preventif, banyak sekolah yang melarang siswanya membawa dan menggunakan telepon genggam di sekolah. Namun tetap saja ada di antara pelajar yang secara sembunyi-sembunyi membawa dan menggunakannya di sekolah.

Larangan itupun hanya berlaku efektif di sekolah, artinya di luar sekolah, pelajar kita tetap saja menggunakan telepon genggam secara bebas, yang saat ini makin lengkap fasilitasnya. Namun sekali lagi tetap ada harapan. Konten mobile untuk dunia pendidikanpun kini cukup banyak tersedia, dari yang gratisan sampai berbayar. Jika menginginkan sentuhan pribadi dan lebih mengena pada tujuan pembelajaran, guru dapat mengembangkan konten mobile sendiri, berbagai aplikasi dapat digunakan untuk tujuan tersebut.

Jika ditelusuri, memang akan terlihat banyak permasalahan yang melingkupi dunia pendidikan kita. Namun bukannya tanpa harapan. Kita harus selalu optimis untuk bergerak bersama memperbaiki diimbangi dengan berbagai konten yang positif. Meski riset menunjukkan kondisi tersebut.

2 comments:

  1. bener, banyak godaannya kalau mau belajar. tergantung individunya sih mas :D

    ReplyDelete
  2. Begitulah Mas andre, individunya kudu ngejaga stamina en spirit belajar, dunia pendidikan juga harus mengupdate daya saingnya.
    Thks telah mampir

    ReplyDelete